Berbicara tentang kema fapet unpad tentunya takkan terlepas bagaimana keluarga ini berdiri dan semangat perjuangan yang terus menjadi tongkat estafet sampai hari ini. Dan yang menjadi catatan penting dalam lembaran sejarah itu adalah bagaimana kemudian mahasiswa memainkan peran dan fungsinya secara optimal.
Kaitan dengan memainkan peran dan fungsi, mahasiswa fakultas peternakan dihadapkan pada sebuah momentum untuk menentukan siapakah yang akan menerima tongkat estafet selanjutnya ?. Pertanyaan ini tentu bisa terjawab setelah pemilihan raya mahasiswa fakultas peternakan selesai.
Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah sosok pemimpin seperti apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh kema fapet unpad ?. Dalam konteks ini setiap orang pasti memiliki perspektif yang berbeda tentang apa dan bagaimana sosok pemimpin tersebut. Tidak salah jika kemudian kita mencoba menakar pribadi yang akan mencatatkan lembaran sejarah perjuangan di kema fapet unpad. Dengan harapan tulisan ini adalah bagian dari aspirasi yang representatif sebagai bagian dari mahasiswa fakultas peternakan.
Galih Ahmad sebagai ketua BPM kema fapet unpad memiliki pandangan tersendiri tentang karakter pemimpin yang dibutuhkan oleh kema fapet unpad. Galih mengungkapkan “pemimpin itu harus memiliki nilai idealisme yang tinggi, berpikir idealis, dan juga tidak terpengaruh oleh orang lain”. Idealime dasar yang menjadi prinsip seorang pemimpin sangat dibutuhkan mengingat ditengah arus dinamika pergerakan mahasiswa yang heterogen dapat menangkal segala macam kepentingan politik, sosiologis, maupun golongan organisasi tertentu khususnya dalam tataran lembaga kemahasiswaan kema fapet unpad.
Pemahaman terhadap idealisme yang dimiliki seorang pemimipin juga dapat menghantarkan pada sifat individualis. Dengan idealisme yang tinggi menimbulkan kecenderungan pribadi yang tidak memperhatikan realita masyarakat kampus. Oleh karena itu Galih menambahkan dibutuhkan pemimpin yang paham dengan permasalahan kampus khususnya fakultas peternakan dengan segala nilai dan budaya yang telah ada secara turun-menurun.
Selanjutnya adalah sosok pemimpin yang memiliki rasa optimisme tinggi. “jika pemimpinnya sudah optimis maka rakyatnya pun akan optimis untuk berpijak ke arah yang lebih baik”. Pemimpin visioner dengan membawa cita-cita dan ditopang keyakinan akan sebuah capaian memberikan implikasi yang sangat baik dalam memanage keadaan rekan kerja dan mahasiswa yang dipimpinnya.
Pribadi yang hanya memiliki kecerdasan secara intellegence dan emosional tidak cukup untuk menopang pemimpin dalam menjalankan organisasi. Spiritual atau sifat religius juga dibutuhkan seorang pemimpin. “nilai religius yang tinggi dibutuhkan pemimpin agar dapat menjadi panutan bagi mahasiswa” pungkas Galih.
Karakter terakhir yang perlu dimiliki calon pemimpin yang akan naik di kema fapet unpad adalah dapat berbaur dan bergaul pada semua kalangan. Mengingat dengan banyaknya lembaga kemahasiswaaan yang ada di fakultas peteranakan seperti UKM minat dan kandang tentu menjadi tantangan bagi pemimpin fapet unpad untuk dapat merangkul dan mengayomi setiap organisasi yang ada.
Kontemlasi pergerakan mahasiswa
Jika era pembentukan kema unpad dibidani saat pergerakan mahasiswa lebih condong ke ranah fisik dan frontal (era 1998). Maka, dimasa satu dekade (2002-2013) sudah saatnya kema fapet unpad mengalami metamorpfose arah pergerakan menjadi lebih elegan dan intelektual ke depannya. Amanat tersebut perlu dipertahankan dengan ide-ide dan inovasi yang lebih segar lagi.
Pekerjaan mahasiswa dalam pergerakan akan semakin berat. Tantangan demi tantangan bukan lagi dari eksternal kampus. Namun, justru tantangan itu berawal dari lingkungan kampus sendiri. Ini lebih membutuhkan perhatian ekstra dari sekedar arti “pergerakan” itu sendiri.
Tantangan internal kampus bisa dari segala faktor. Terutama dari sikap mahasiswa yang semakin apatis (tidak peduli) terhadap kema fapet unpad. Memang, tugas utama seorang mahasiswa adalah belajar demi masa depannya. Tapi, tugas utama mahasiswa juga adalah menjadi agen perubahan untuk masyarakat ke depan. Sikap-sikap apatis mahasiswa hanya akan membawa kampus menjadi penghasil pengangguran intelektual.
Kampus berubah orientasinya dari tri darma perguruan tinggi, yang salah satunya adalah penelitian dan pengabdian masyarakat. Harapannya kampus tidak hanya memfasilitasi adanya Kuliah Kerja Nyata saja. Namun, juga fasilitator akan berjalannya organisasi-organisasi kemahasiswaan di tingkat fakultas dan universitas.
Fasilitas-fasilitas yang diberikan pihak kampus seyogyanya bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk menempa kepekaan mereka. Aktif di ormawa seperti BEM, BPM, UKM dll akan mendekatkan mahasiswa kepada tingkat riil kepekaan kondisi masyarakat. Dengan demikian, akan ada bekal khusus ketika seorang mahasiswa lulus dari pendidikan kampus.
Sikap apatis ternyata bukan hanya faktor fasilitas kampus. Internal diri mahasiswa ternyata berpengaruh besar dalam orientasinya kuliah. Sikap-sikap hedon, cuek dan tidak peduli menjadi faktor utama melihat kondisi mereka.
Proses metamorfose arah pergerakan intelektual sebenarnya sudah lama dimulai. Hanya perlu didekatkan dengan mahasiswa sebagai calon inisiator perubahan. Seperti kompetisi-kompetisi keilmuan, business plan competition hingga beasiswa-beasiswa student exchange menjadi sarana yang baik.
Mahasiswa akan mengalami pencerdasan dalam berbagai hal, sehingga bisa berpikir komprehensif. Pencitraan yang dibangun pun, seorang aktivis pergerakan bukan saja mereka yang turun ke jalan. Tapi, mereka yang turun ke jalan, aktif di organisasi, akademisnya baik serta berprestasi. Karakter mahasiswa seperti inilah yang nantinya akan bisa menjawab tantangan global. Menjawab solusi dari permasalahan masyarakat. Konsep mahasiswa seperti itulah yang diharapkan lahir dari metamorfose arah pergerakan mahasiswa.
Sehingga teruslah menggema teriakan ‘Hidup mahasiswa, Hidup Kema Fapet Unpad’!
(NY)
0 comments:
Post a Comment