Sepertinya
satu kalimat dari Al-ghazali di atas sudah cukup menjelaskan bahwa semua orang
dapat menulis, tidak melulu konglomerat, ulama besar, atau sebagian kalangan
saja yang bisa menulis, semua orang dapat menulis. Dan dari kalimat Al-ghazali
diatas juga patut menjadi bahan renungkan bagi paramahasiswa, mengingat masih
rendahnya minat membaca dan menulis di kalangan mahasiswa Indonesia. Terdapat
danyak survey yang mencerminkan bahwa tradisi menulis di Indonesia jauh lebih
rendah dibandingkan tradisi membaca, terlebih di kalangan anak muda. Oleh
karena itu, membumikan kembali semangat membaca dan menulis di kalangan mahasiswa,yang
sering disebut agen perubahan bagi bangsa indonesia, yang tidak jarang sering
di andalkan oleh masyarakat untuk mengritisi pemeritah karena statusnya sebagai
kaum terpelajar yang masih idealis. Mahasiswa adalah agen perubahan. Menjadi
mahasiswa artinya harus siap terlibat dalam perubahan itu. Jalan untuk
perubahan salah satunya bisa dilakukan dengan cara menulis. Ide dan gagasan
fresh perlu dituangkan dalam bentuk tulisan, dalam rangka mewujudkan perubahan
itu, perubahan ke arah yang lebih baik tentunya.
Kegiatan
tulis-menulis adalah kegiatan yang sangat bermanfaat, sangat bermanfaat.
Menulis akan mempertajam daya analisis kita terhadap suatu persoalan. Dengan
menulis, otak kita akan terasah, yang akhirnya menjadi tajam dan kritis dan
sekaligus membuat ilmu pengetahuan kita semakin bertambah karena bila kita
menulis pastilah kita membaca.
Mengutip
kata-kata Akhadiah dkk. (1988: 1-2), menulis mempunyai banyak manfaat, dari
kegiatan menulis kita dapat mengembangkan berbagai gagasan. Kita dipaksa bernalar,
menghubung-hubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang mungkin tidak pernah
kita lakukan jika kita tidak menulis.Menulis berarti mengorganisasikan gagasan
secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, kita
dapat menjelaskan permasalahan yang semula masih samar. Kegiatan menulis juga
memaksa kita lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi
sehubungan dengan topik yang kita tulis. Dengan demikian kegiatan menulis
memperluas wawasan baik secara teoretis maupun mengenai fakta-fakta yang
berhubungan. Dan juga dengan menulis kita dapat lebih mengenali kemampuan dan
potensi diri kita. Kita mengetahui sampai di mana pengetahuan kita tentang
suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu kita terpaksa berpikir, menggali
pengetahuan dan pengalaman yang kadang tersimpan di alam bawah sadar. Dan tentu
saja kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir serta
berbahasa secara tertib.
Ajaran Islam
Dalam
proses perkuliahan, tidak jarang mahasiswa di hadapkan pada teks-teks dan
jurnal-jurnal, yang notabene merupakan hasil karya-karya orang lain. Sayangnya,
hanya sedikit mahasiswa yang menuangkan ilmu-ilmu yang didapatkanya dari
membaca ke dalam bentuk tulisan-tulisan karya meraka sendiri, yang tentu saja
di muatkan opini-opini luar biasa mereka. Padahal, di ajaran Islam sudah sejak
lama mengajarkan kita supaya tidak hanya membaca tetapi juga menulis.
Sudah
kita ketahui bersama, dalam ajaran agama Islam perintah untuk membaca dan
menulis sudah dijelaskan sejak wahyu yang pertama kali turun yaitu Surat Al
Alaq yang berisi perintah untuk membaca dan Surat Al Qalam yang berisi perintah
untuk menulis. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama yang ilmiah
dan sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Perhatian
khusus Islam terhadap ilmu pengetahuan juga telah menghantarkan peradaban Islam
menjadi puncak peradaban termaju dunia dimasa silam, tentu saja terlebih bidang
ilmu pengetahuan nya. Tidak sedikit para cendikiawan-cendikiawan besar islam,
yang namanya telah tertulis oleh tinta emas peradaban dunia. Sebut sajapara ulama
besar seperti Al Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan ulama besar lainnya yang
merupakan seorang penulis. Mereka adalah orang-orang yang ’’hobi’’ menuliskan
pendapat atau pandangan dan gagasan mereka terhadap suatu hal ke dalam bentuk
tulisan.Namun, seiring berjalannya waktu semangat itu nampaknya semakin luntur,
tidak terkecuali semangat menulis mahasiswa. Entah alasan apa, saat ini sedikit sekali mahasiswa yang mau
menuangkan pemikiran kreatifnya ke dalam
bentuk tulisan.
Sebenarnya
untuk bisa menulis, tidak butuh banyak modal, hanya butuh ilmu pengetahuan,
inspirasi, kemauan, dan tangan. Setiap orang pasti memiliki ilmu pengetahuan,
apalagi untuk ukuran mahasiswa. Pihak kampus atau Universitas pasti sudah
menyediakan buku-buku sebagai sarana mendapatkan pengetahuan, misalnya
perpustakaan. Jadi, tidak ada masalah dalam hal ini. Dan untuk inspirasi, kita
bisa mendapatkannya dari lingkungan
sekitar. Misalnya melalui teman, dosen, tokoh, dan pakar. Fenomena atau
realitas sosial di lingkungan sekitar juga bisa dijadikan sumber inspirasi
untuk menulis. Banyak bahan inspirasi yang bisa kita dapatkan sebagai modal
untuk menulis. Dan untuk Persoalan kemauan memang menjadi persoalan yang sangat
penting dan menentukan. Menurut saya, mahasiswa sebagai anak muda yang memiliki
kemauan kuat untuk menulis, pengetahuan dan inspirasi akan mengikutinya.
Artinya, pencarian pengetahuan dan inspirasi bukan menjadi hambatan jika ditopang
dengan kemauan kuat mahasiswa. Karena pada dasarnya, kita mencari pengetahuan
dan inspirasi tidak terlepas dari kemauan yang kuat dari diri kita. Kemauan itu
akan menggerakkan langkah dan upaya kita mendapatkan sesuatu. Dan terakhir untuk tangan, tidak jarangada
penulis terkenal yang merupakan orang yang tidak punya tangan ataupun tidak
lagi mempunyai tangan, jadi intinya ketidak adaannya bukan penghambat untuk
bisa berkarya (menulis). Maka akan saya ralat, untuk bisa menulis kita hanya
butuh ilmu pengetahuan, inspirasi, dan kemauan tentu saja.
Penonton
yang acuh
Sering kita saksikan
tidak sedikit mahasiswa sebagai penerus generasi bangsa, yang suka menyibukan
diri mereka dengan urusan dan kepentingan mereka sendiri.
Penonton-pasif-individualis mungkin bisa mewaliki. Mereka seakan tidak mau tahu
akan lingkungan sekitar, baik masalah sosial disekitar mereka, apalagi persoalan-persoalan
bangsa yang bersifat serius, tidak mereka respons atau kritisi secara cerdas setidaknya
bahkan hanya dalam bentuk tulisan. Inilah butki ketidak tahu dirian mahasiswa.
Padalah bila keluar dari topik, mahasiwa bisa kuliah itu bukan semata-mata dari
biaya mereka sendiri, sebagian besar biaya kuliah mereka itu dibiayai oleh
negara, dan tentu saja uang negara adalah uang rakyat, sejatinya meraka itulah
wakil rakyat yang sebenarnya. Maka berkontribusi bagi negara dan bangsa
bukanlah suatu pilihan, melainkan suatu kewajiban, setidaknya bagi meraka yang
masih mempunyai rasa malu didalam dirinya.
Banalitas
mahasiswa akan menciptakan anak bangsa (para mahasiswa)sebagai anak muda yang
cenderung haynya menonton, hanyut, dan menerima begitu saja apa-apa yang
ditawarkan padanya. Dengan tidak lagi mengembangkan daya kritis dalam dirinya
dan mencoba melawan. Inilah manusia fatalis, yang pernah penulis baca dalam
sebuah buku, yaitu manusia yang tidak berdaya di dalam kekuasaan sistem (obyek,
tontonan, media, citra), manusia yang ’’terlena dalam kesadaran’’ dan hanyut
dalam logikanya.
Lebih
menyedihkan lagi, tidak sedikit mahasiswa saat ini menjelma menjadi manusia
fatalis yang terserap ke dalam berbagai dunia (musik, fashion, komoditi, gaya
hidup), dan tidak dapat melepaskan diri darinya. Kalau sudah begini, mahasiswa
tersebut sudah menjadi mayoritas yang diam, yang tak mampu melakukan kritik dan
refleksi dan mereka hanya dapat menyerap segala sesuatu yang disodorkan
kepadanya tanpa mampu mefilter, mengkritisi dan memaknainya secara jernih dan
bermakna. Akibatnya semangat membaca, apalagi menulis menjadi sangat rendah.
Maka
dalam rangka mendorong minat membaca dan menulis mahasiswa di masa depan agar
tidak terjadi dampak yang lebih buruk, harus ada upaya-upaya untuk menghentikan
dominasi banalitas, sifat fatalis, didalam budaya kampus. Mahasiswa harus dapat
menciptakan budaya tandingan, sehingga akan tercipta budaya kampus yang lebih produktif,
kreatif, dan inovatif, yang di dalamnya “manusia-manusia kampus” tidak lagi menjadi ’’subjek pasif’’ agen
perubahan.
Jadi
tunggu apalagi? Mulai menulis dari sekarang, Para agen perubahan bangsa
Indonesia! (FA)
1 comments:
Post a Comment