Hardiknas telah
tiba...! pasti tau dong apa itu hardiknas ? yup, Hari Pendidikan Nasional.
Ngomong-ngomong membicarakan hardiknas, siapa sih tokoh wanita di balik pendidikan ? kartini ? ga salah. Kartini emang eksis
banget, perjuangannya tidak dapat disepelakan. Mengangkat derajat wanita,
emansipasi, dan sebagainya.
Tapi tau ga sih
dengan nama Dewi Sartika? Buka-buka lagi buku IPS SD pasti ada. Yup, selain ibu
kartini, ibu Dewi Sartika adalah tokoh wanita Indonesia yang berjuang atas nama
pendidikan.
Uwi, begitulah Dewi
Sartika biasa dipanggil. Dewi Sartika lahir pada tanggal 4 Desember 1884.
Berasal dari keluarga priyayi sunda yaitu Nyi Raden Rajapermas dan Raden
Somanagara. Sejak kecil Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat dalam mengajar.
Dewi Sartika sering mengajari baca tulis kepada anak-anak pembantu di
kepatihan. Benda apapun ia jadikan sebagai alat bantu belajar mulai dari papan
bilik kandang, kereta, hingga genting pun dialih fungsikan olehnya.
Orang tuanya
yaitu Raden Somanagara dan Nyi Rade Rajapermas bersikukuh untuk menyekolahkan Dewi
Sartika ke sekolah Belanda, meskipun saat itu melanggar adat yang berlaku.
Hingga akhirnya, ayahnya harus diasingkan ke pulau ternate karena pemberontakan
yang dilakukannya dan ia di drop out dari sekolahnya.
Dewi Sartika akhirnya
tinggal bersama pamannya atau saudara kandung ibunya di Cicalengka, Raden
Demang Aria Surakarta Adiningrat. Kehidupannya berubah. Konon katanya, ia
dijadikan abdi dalem alias pembantu di rumah pamannya sendiri! Bayangkan, dari
asalnya menjalani hidup ala menak berubah menjadi abdi dalem alias pembantu.
Tapi, Dewi Sartika menjadi
satu-satunya abdi dalem yang bisa baca tulis. Karena ia sempat menginjak Kelas
Satu (Eerste Klasse Inlandsche School) di Bandung, sekolah khusus anak-anak
Belanda dan priyayi. Untungnya lagi, ada istri keempat pamannya yaitu Agan Eni
yang suka ngajarin Dewi apapun, kecuali baca tulis tentunya.
Dewi Sartika
beranjak menjadi gadis remaja yang cantik dan anggun. Karena kecantikannya dan
idealisme mengenai pendidikan ada pria yang tertarik padanya yaitu Raden Kanjun
Surianingrat yang tak lain dan tak bukan adalah sepupunya sendiri. Tapi lamaran
dari Raden Kanjun ia tolak. Tak lama dari penolakan tersebut, terdengar berita
bahwa ayahnya, Raden Somanagara
meninggal dan ibunya Nyi Raden Rajaparmas kembali ke Bandung setelah
sekian lama mengikuti suaminya di pengasingan. Dewi Sartika segera mengepak
barang-barangnya dan pergi tanpa pamit pada keluarga pamannya.
Pada tahun 1906 Dewi
Sartika memutuskan untuk mendirikan sekolah atas bantuan Bupati Bandung dan
pemerintah kolonial. Sekolah tersebut ia namakan “sekolah istri”. Ia ditanya
oleh Inspektur Hindia Belanda, yaitu C.Den Hammer mengenai alasan pendirian
sekolah tersebut. Ibu Dewi menjawab:
“Saya ingin menanamkan kepada perempuan bumi putera,
sebagai perempuan mereka harus bisa segala-gala. Agar mereka punya rasa percaya
diri terhadap kemampuannya dan tidak melulu bergantung pada suami, apalagi pada
belas kasihan orang lain.”
Semenjak itu,
Hammer bersimpati pada Dewi Sartika dan kemudian membantunya menemui Bupati
Bandung yang dahulu membuang ayahnya ke pengasingan. Akhirnya sekolah khusus
bagi perempuan pribumi berdiri untuk pertama kalinya di Hindia Belanda alias
Indonesia. Dewi sartika dibantu oleh Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid yang merupakan
saudaranya sendiri untuk menjadi tenaga pengajar di sekolah istri.
Animo
bermunculan dari kalangan masyarakat, khususnya kalangan menak. Menurut mereka
ajaran untuk tata krama dan lain sebagainya tidak pantas diajarkan pada
kalangan pribumi biasa saja. Itu seharusnya hanya untuk kalangan mereka.
Mendengar semua itu, Dewi Sartika cuek saja, dan terus maju.
Segala kebutuhan
operasional sekolah ia penuhi sendiri. Ia membating tulang demi kelangsungan
berdirinya sekolah. Semangatnya tak terkalahkan. Dorongan dari banyak pihak
khususnya suaminya yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata menjadi faktor yang
menambah semangatnya.
Sekolahpun
semakin banyak pemberitaannya, begitupun peminatnya. Ruangan sudah tak
mencukupi. Dewi sartika memindahkannya ke Ciguriangweg, sekarang jl. Kautamaan
Istri (Dekat Kepatihan). Pada tahun 1910 sekolah istri berganti nama menjadi
sekolah kautamaan istri dengan motto “cageur bageur”. Bulan September 1929,
Dewi sartika memperingati pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, dan
kemudian mengubahnya lagi menjadi “sakola Raden Dewi”
Kejayaan sekolah
Dewi Sartika Terus maju. Dewi sartika sendiri menjadi semakin sibuk mulai
menulis di koran, melakukan ceramah, belajar membuat batik, dan lain
sebagainya. Apa yang telah ia dapat, ia bagikan untuk sekolahnya.
Tapi sayangnya,
semua itu menjadi berantakan saat jepang tiba di Indonesia. Jepang memporak
porandakan semuanya. Semua kurikulum, bahkan nama sekolahpun diganti. Semua itu
menjadi klimaks ketika peristiwa Bandung lautan api.
Saat itu, Dewi
Sartika dan lainnya berjalan menuju Bandung selatan. Ia tinggal di Ciamis, dan
mulai sakit-sakitan dan akhirnya wafat pada tanggal 1 September 1948.
Naahh,,
begitulah kira-kira sepenggal kisah mengenai tokoh wanita yaitu Dewi Sartika
yang berjuang atas nama pendidikan bagi kaum wanita pribumi kala itu..
Tempat wafatnya Dewi
Sartika sebenarnya ada dua pendapat, yaitu Ciamis dan Tasikmalaya karena dua
tempat tersebut yang berdekatan.
Nah.. Dewi
Sartika tentunya dapat menjadi inspirasi untuk kita semua yang berinisial
perempuan. So girls,
carilah ilmu sampai ke negri cina.
pendidikan bagi kaum perempuan juga ga kalah pentingnya kok.
Institusi
pendidikan sekarang menyebar dimana-dimana. Ga harus formal, informal pun
berserakan. Semoga virus semangat Dewi Sartika dalam pendidikan, menular pada
kita yaahhhh...:) (Silva M)
0 comments:
Post a Comment