Saturday 7 September 2013

Sepenggal Kisah Dewi Sartika Sang Pejuang Pendidikan


Hardiknas telah tiba...! pasti tau dong apa itu hardiknas ? yup, Hari Pendidikan Nasional. Ngomong-ngomong membicarakan hardiknas, siapa sih tokoh wanita di balik pendidikan  ? kartini ? ga salah. Kartini emang eksis banget, perjuangannya tidak dapat disepelakan. Mengangkat derajat wanita, emansipasi, dan sebagainya.
Tapi tau ga sih dengan nama Dewi Sartika? Buka-buka lagi buku IPS SD pasti ada. Yup, selain ibu kartini, ibu Dewi Sartika adalah tokoh wanita Indonesia yang berjuang atas nama pendidikan.
Uwi, begitulah Dewi Sartika biasa dipanggil. Dewi Sartika lahir pada tanggal 4 Desember 1884. Berasal dari keluarga priyayi sunda yaitu Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Sejak kecil Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat dalam mengajar. Dewi Sartika sering mengajari baca tulis kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Benda apapun ia jadikan sebagai alat bantu belajar mulai dari papan bilik kandang, kereta, hingga genting pun dialih fungsikan olehnya.
Orang tuanya yaitu Raden Somanagara dan Nyi Rade Rajapermas bersikukuh untuk menyekolahkan Dewi Sartika ke sekolah Belanda, meskipun saat itu melanggar adat yang berlaku. Hingga akhirnya, ayahnya harus diasingkan ke pulau ternate karena pemberontakan yang dilakukannya dan ia di drop out dari sekolahnya.
Dewi Sartika akhirnya tinggal bersama pamannya atau saudara kandung ibunya di Cicalengka, Raden Demang Aria Surakarta Adiningrat. Kehidupannya berubah. Konon katanya, ia dijadikan abdi dalem alias pembantu di rumah pamannya sendiri! Bayangkan, dari asalnya menjalani hidup ala menak berubah menjadi abdi dalem alias pembantu.
Tapi, Dewi Sartika menjadi satu-satunya abdi dalem yang bisa baca tulis. Karena ia sempat menginjak Kelas Satu (Eerste Klasse Inlandsche School) di Bandung, sekolah khusus anak-anak Belanda dan priyayi. Untungnya lagi, ada istri keempat pamannya yaitu Agan Eni yang suka ngajarin Dewi apapun, kecuali baca tulis tentunya.
Dewi Sartika beranjak menjadi gadis remaja yang cantik dan anggun. Karena kecantikannya dan idealisme mengenai pendidikan ada pria yang tertarik padanya yaitu Raden Kanjun Surianingrat yang tak lain dan tak bukan adalah sepupunya sendiri. Tapi lamaran dari Raden Kanjun ia tolak. Tak lama dari penolakan tersebut, terdengar berita bahwa ayahnya, Raden Somanagara  meninggal dan ibunya Nyi Raden Rajaparmas kembali ke Bandung setelah sekian lama mengikuti suaminya di pengasingan. Dewi Sartika segera mengepak barang-barangnya dan pergi tanpa pamit pada keluarga pamannya.
Pada tahun 1906 Dewi Sartika memutuskan untuk mendirikan sekolah atas bantuan Bupati Bandung dan pemerintah kolonial. Sekolah tersebut ia namakan “sekolah istri”. Ia ditanya oleh Inspektur Hindia Belanda, yaitu C.Den Hammer mengenai alasan pendirian sekolah tersebut. Ibu Dewi menjawab:
“Saya ingin menanamkan kepada perempuan bumi putera, sebagai perempuan mereka harus bisa segala-gala. Agar mereka punya rasa percaya diri terhadap kemampuannya dan tidak melulu bergantung pada suami, apalagi pada belas kasihan orang lain.”
Semenjak itu, Hammer bersimpati pada Dewi Sartika dan kemudian membantunya menemui Bupati Bandung yang dahulu membuang ayahnya ke pengasingan. Akhirnya sekolah khusus bagi perempuan pribumi berdiri untuk pertama kalinya di Hindia Belanda alias Indonesia. Dewi sartika dibantu oleh Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid yang merupakan saudaranya sendiri untuk menjadi tenaga pengajar di sekolah istri.
Animo bermunculan dari kalangan masyarakat, khususnya kalangan menak. Menurut mereka ajaran untuk tata krama dan lain sebagainya tidak pantas diajarkan pada kalangan pribumi biasa saja. Itu seharusnya hanya untuk kalangan mereka. Mendengar semua itu, Dewi Sartika cuek saja, dan terus maju.
Segala kebutuhan operasional sekolah ia penuhi sendiri. Ia membating tulang demi kelangsungan berdirinya sekolah. Semangatnya tak terkalahkan. Dorongan dari banyak pihak khususnya suaminya yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata menjadi faktor yang menambah semangatnya.
Sekolahpun semakin banyak pemberitaannya, begitupun peminatnya. Ruangan sudah tak mencukupi. Dewi sartika memindahkannya ke Ciguriangweg, sekarang jl. Kautamaan Istri (Dekat Kepatihan). Pada tahun 1910 sekolah istri berganti nama menjadi sekolah kautamaan istri dengan motto “cageur bageur”. Bulan September 1929, Dewi sartika memperingati pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, dan kemudian mengubahnya lagi menjadi “sakola Raden Dewi”
Kejayaan sekolah Dewi Sartika Terus maju. Dewi sartika sendiri menjadi semakin sibuk mulai menulis di koran, melakukan ceramah, belajar membuat batik, dan lain sebagainya. Apa yang telah ia dapat, ia bagikan untuk sekolahnya.
Tapi sayangnya, semua itu menjadi berantakan saat jepang tiba di Indonesia. Jepang memporak porandakan semuanya. Semua kurikulum, bahkan nama sekolahpun diganti. Semua itu menjadi klimaks ketika peristiwa Bandung lautan api.
Saat itu, Dewi Sartika dan lainnya berjalan menuju Bandung selatan. Ia tinggal di Ciamis, dan mulai sakit-sakitan dan akhirnya wafat pada tanggal 1 September 1948.
Naahh,, begitulah kira-kira sepenggal kisah mengenai tokoh wanita yaitu Dewi Sartika yang berjuang atas nama pendidikan bagi kaum wanita pribumi kala itu..
Tempat wafatnya Dewi Sartika sebenarnya ada dua pendapat, yaitu Ciamis dan Tasikmalaya karena dua tempat tersebut yang berdekatan.
Nah.. Dewi Sartika tentunya dapat menjadi inspirasi untuk kita semua yang berinisial perempuan. So girls, carilah ilmu sampai ke negri cina. pendidikan bagi kaum perempuan juga ga kalah pentingnya kok.
Institusi pendidikan sekarang menyebar dimana-dimana. Ga harus formal, informal pun berserakan. Semoga virus semangat Dewi Sartika dalam pendidikan, menular pada kita yaahhhh...:) (Silva M)

0 comments: